<strong>SYARIAHNOW.COM</strong>-<strong>Banjarmasin</strong>-Bersamaan pelaksanaan <em>Musabaqah Tilawatil Qur’an</em> Mahasiswa Nasional (MTQMN) ke-18 di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam se-Indonesia (ADPISI) menyelenggarakan Sarasehan Nasional Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) dari berbagai Perguruan Tinggi Umum (PTU). Kegiatan ini berlangsung, Rabu, 8 Oktober 2025, di Gedung <em>Lecture Theater</em> Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM, dan menjadi forum reflektif bagi para dosen untuk meninjau kembali arah, tata kelola, serta kualitas pelaksanaan MTQMN agar lebih profesional, transparan, dan berdampak bagi pembinaan karakter mahasiswa. Sarasehan ini dihadiri dosen-dosen PAI dari berbagai wilayah Indonesia dan membahas sejumlah isu penting seputar pelaksanaan MTQMN seperti konsistensi regulasi, kriteria penilaian dan peran pembina kampus serta sinergi antar perguruan tinggi. Forum menyoroti perlunya penguatan sistem pembinaan mahasiswa berbasis nilai-nilai <em>Qur’ani</em> yang terintegrasi dengan kegiatan akademik dan kemahasiswaan. Para peserta sepakat bahwa MTQMN harus menjadi wahana pembinaan intelektual dan spiritual yang berkelanjutan, bukan sekadar ajang kompetisi rutin. Sebagai langkah strategis, forum mengusulkan pembentukan Badan Otonom Pembinaan <em>Al-Qur’an</em> Mahasiswa PTU yang berada di bawah koordinasi Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Badan ini diharapkan menjadi pelaksana utama kegiatan MTQMN serta penggerak program pembinaan Al-Qur’an di lingkungan PTU. Melalui lembaga ini, pembinaan tidak berhenti pada lomba, tetapi berlanjut melalui pelatihan, riset, mentoring dan kegiatan sosial-keagamaan yang menumbuhkan budaya <em>Qur’ani </em>di kampus. Forum juga menegaskan perlunya penjaringan peserta yang berjenjang dan terstruktur, dimulai dari tingkat universitas, kemudian provinsi, hingga nasional. Dengan sistem ini, peserta nasional merupakan hasil seleksi dari Badan Pembinaan <em>Al-Qur’an</em> Mahasiswa PTU tingkat provinsi, sehingga kompetisi menjadi lebih representatif dan berkualitas. Mekanisme berlapis ini juga dapat memperluas jangkauan pembinaan serta memperkuat jejaring antarperguruan tinggi. Dalam hal pengisian sumber daya manusia (SDM) hakim dan pelaksana MTQMN, forum menekankan pentingnya rekrutmen yang terbuka, profesional, dan proporsional antara Perguruan Tinggi Keagamaan (PTA) dan PTU. ADPISI menyatakan kesiapan untuk memberikan SDM terbaiknya, terutama dosen-dosen PAI dari PTU yang mampu memberikan sentuhan keilmuan dan ruh PAI dalam setiap dimensi pelaksanaan MTQMN. Keterlibatan mereka diharapkan memperkuat nilai moderasi, integritas, dan profesionalisme dalam penyelenggaraan. Dari sisi cabang lomba, forum merekomendasikan penambahan kategori yang lebih kontekstual dan inovatif. Selain cabang klasik seperti tilawah, tahfiz, dan tafsir, disarankan pula cabang baru seperti <em>Qur’anic Innovation Challenge</em>, <em>Digital Qur’anic Storytelling</em>, <em>Qur’anic Policy Brief</em>, dan <em>Qur’anic Entrepreneurship</em>. Inovasi tersebut diharapkan dapat menghubungkan nilai-nilai Al-Qur’an dengan kreativitas, teknologi, dan keilmuan modern mahasiswa. Terkait sistem penilaian, forum menegaskan perlunya standar nasional yang baku, adil, dan transparan. Rubrik penilaian disusun oleh Badan Pembina <em>Al-Qur’an</em> Mahasiswa PTU di bawah koordinasi Direktorat Belmawa, dengan melibatkan berbagai <em>stakeholder</em> seperti akademisi, praktisi, dan lembaga keagamaan. Aspek penilaian mencakup tiga dimensi utama, yaitu teknis (<em>performance</em>), substantif, dan pendampakan (<em>impact</em>). Sistem digital dengan <em>audit trail</em> direkomendasikan untuk menjamin akurasi dan akuntabilitas hasil lomba. Forum juga menegaskan pentingnya transparansi hasil penilaian. Nilai akhir peserta diharapkan diumumkan secara terbuka melalui portal resmi setelah babak final, lengkap dengan rincian skor per-aspek. Peserta diberi ruang klarifikasi terbatas untuk menjaga keadilan. Selain itu, panitia nasional perlu menyusun laporan evaluasi tahunan yang melibatkan kalangan akademisi sebagai dasar peningkatan berkelanjutan. Dalam hal pemilihan tuan rumah, forum mengusulkan sistem bidding terbuka dan dilaksanakan lebih awal agar universitas calon penyelenggara memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan diri. Proses ini diharapkan mempertimbangkan pemerataan wilayah, kesiapan infrastruktur, serta kapasitas akademik penyelenggara. Direktorat Belmawa diharapkan berperan aktif dalam supervisi dan pendampingan. Melalui rekomendasi ini, ADPISI menegaskan dukungannya terhadap Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Direktorat Belmawa Dikti dalam memperkuat pembinaan nilai Qur’ani di Perguruan Tinggi Umum. MTQ Mahasiswa Nasional diharapkan tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sarana pembentukan karakter, spiritualitas, dan daya saing intelektual mahasiswa Indonesia. Rekomendasi yang dihasilkan dari sarasehan di ULM ini menjadi pijakan penting bagi pembenahan sistem pembinaan <em>Al-Qur’an</em> mahasiswa di PTU. Kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan asosiasi dosen diharapkan mampu menjadikan MTQ Mahasiswa Nasional sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan <em>Qur’ani</em> yang memberi kontribusi nyata bagi pembangunan manusia Indonesia yang beriman, berilmu, dan berdaya saing global. <strong>Penulis: Ketua Umum ADPISI, Andy Hadiyanto </strong>