Forum juga menegaskan perlunya penjaringan peserta yang berjenjang dan terstruktur, dimulai dari tingkat universitas, kemudian provinsi, hingga nasional. Dengan sistem ini, peserta nasional merupakan hasil seleksi dari Badan Pembinaan Al-Qur’an Mahasiswa PTU tingkat provinsi, sehingga kompetisi menjadi lebih representatif dan berkualitas. Mekanisme berlapis ini juga dapat memperluas jangkauan pembinaan serta memperkuat jejaring antarperguruan tinggi.
Dalam hal pengisian sumber daya manusia (SDM) hakim dan pelaksana MTQMN, forum menekankan pentingnya rekrutmen yang terbuka, profesional, dan proporsional antara Perguruan Tinggi Keagamaan (PTA) dan PTU. ADPISI menyatakan kesiapan untuk memberikan SDM terbaiknya, terutama dosen-dosen PAI dari PTU yang mampu memberikan sentuhan keilmuan dan ruh PAI dalam setiap dimensi pelaksanaan MTQMN. Keterlibatan mereka diharapkan memperkuat nilai moderasi, integritas, dan profesionalisme dalam penyelenggaraan.
Dari sisi cabang lomba, forum merekomendasikan penambahan kategori yang lebih kontekstual dan inovatif. Selain cabang klasik seperti tilawah, tahfiz, dan tafsir, disarankan pula cabang baru seperti Qur’anic Innovation Challenge, Digital Qur’anic Storytelling, Qur’anic Policy Brief, dan Qur’anic Entrepreneurship. Inovasi tersebut diharapkan dapat menghubungkan nilai-nilai Al-Qur’an dengan kreativitas, teknologi, dan keilmuan modern mahasiswa.
Terkait sistem penilaian, forum menegaskan perlunya standar nasional yang baku, adil, dan transparan. Rubrik penilaian disusun oleh Badan Pembina Al-Qur’an Mahasiswa PTU di bawah koordinasi Direktorat Belmawa, dengan melibatkan berbagai stakeholder seperti akademisi, praktisi, dan lembaga keagamaan. Aspek penilaian mencakup tiga dimensi utama, yaitu teknis (performance), substantif, dan pendampakan (impact). Sistem digital dengan audit trail direkomendasikan untuk menjamin akurasi dan akuntabilitas hasil lomba.