Dari sisi pengalaman lapangan, Supian Ramli, Ketua Bidang III ADPISI, membagikan kisah sukses Universitas Jambi (UNJA) dalam memperkuat posisi PAI. Ia mengungkapkan bahwa pada awalnya, mata kuliah PAI di UNJA hanya diajarkan setiap semester ganjil sehingga dosen PAI tidak memiliki beban mengajar di semester genap. “Kondisi itu membuat peran dosen PAI sempat terbatas,” kenangnya. Namun berkat kegigihan para dosen PAI, situasi berubah. Mereka aktif di kegiatan kemahasiswaan, riset lintas disiplin, hingga pelatihan karakter mahasiswa. Upaya itu akhirnya membuka ruang dialog konstruktif dengan pimpinan universitas, dan kini pembelajaran PAI di UNJA menjadi lebih dinamis dan terintegrasi dalam berbagai program kampus. “Kebijakan baru lahir dari ketekunan dan kolaborasi. PAI kini mendapat ruang yang lebih luas dan strategis,” ujarnya.
Sebagai penutup, Iman Firmansyah, Ketua Divisi SDM ADPISI, menguraikan sejarah berdirinya ADPISI serta peran strategisnya dalam memperkuat pembelajaran PAI di perguruan tinggi umum. Ia menjelaskan bahwa ADPISI lahir dari kesadaran kolektif dosen PAI di seluruh Indonesia yang menghadapi keterbatasan kebijakan dan dukungan kelembagaan. “ADPISI dibentuk sebagai wadah perjuangan intelektual dan kolaboratif untuk memperkuat posisi dosen PAI dan memperbarui sistem pendidikan keagamaan di kampus umum,” ungkapnya.
Iman menambahkan, ADPISI bergerak melalui tiga pilar strategis: penguatan brainware untuk peningkatan kompetensi dosen dan jejaring akademik; penyiapan software berupa model kurikulum dan bahan ajar kontekstual; serta penyediaan hardware berupa fasilitas dan dukungan teknologi pembelajaran. “Ketiganya harus bersinergi agar PAI di PTU menjadi lebih relevan dengan perkembangan zaman,” ujarnya.