Dalam paparannya, Ketua Umum ADPISI, Andy Hadiyanto, menekankan bahwa penguatan kapasitas dosen PAI di PTU harus diiringi pembaruan orientasi pembelajaran keagamaan yang lebih fungsional, reflektif, dan berdampak. Menurutnya, pendidikan agama perlu menjadi ruang dialog yang mempertemukan nilai-nilai iman dengan tantangan sains, teknologi, dan kehidupan sosial. “PAI di kampus umum harus menjadi wahana berpikir kritis yang memadukan antara logika akademik dan etika spiritual,” ujarnya.
Andy juga mendorong pembukaan program studi keagamaan yang relevan dan aplikatif, seperti Pendidikan Agama Islam, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Manajemen Umrah dan Haji, serta Wisata Religi. Program-program ini, katanya, bukan sekadar memperluas ruang akademik, tetapi juga menghadirkan agama dalam bentuk yang membumi, solutif, dan kontributif bagi masyarakat. “Kampus umum memiliki potensi besar untuk menjadi laboratorium nilai, tempat di mana agama dan ilmu berkolaborasi membentuk manusia paripurna,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal ADPISI, Yusuf Hanafi, menyoroti belum adanya standar nasional kurikulum PAI di perguruan tinggi umum yang hingga kini menyebabkan perbedaan signifikan antar universitas. “Ada kampus yang menempatkan PAI sebagai inti karakter, ada pula yang menjadikannya sekadar pelengkap. Ini menunjukkan perlunya panduan kurikulum yang jelas dan fleksibel,” ujarnya.
Yusuf menekankan pentingnya kolaborasi antara Kemendiktisaintek, Kementerian Agama, dan perguruan tinggi untuk membentuk kebijakan nasional yang menyatukan arah pembinaan keagamaan di kampus umum. “PAI tidak boleh berjalan sendiri; ia harus menjadi bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia yang berkarakter, moderat, dan berdaya saing,” tegasnya.